Pada Sebuah Malam


Malam itu aku membuka logbook dikamarku. “ kamis, 3 april 2010, pukul 11.42, kapal kami naik ke permukaan untuk memperbaiki sistem periskop di atas dek kapal, dan memperbaiki boiler kami. Untuk itu kami mematikan mesin, sistim radar, dan meminimalkan penggunaan listrik untuk sementara.”. Baru dua bulan aku memimpin kapal selam bertenaga nuklir ini, sudah banyak masalah. Mulai dari ruang terpedo yang macet, beberapa kerusakan reaktor, kerusakan elektrik, dan sekarang kerusakan pada sistim rotasi periskop.

Maklum, perang yang telah berkecamuk 2 tahun, telah membuat negara kami memproduksi mesin perangnya dengan terburu-buru dan terkesan seadanya. Tapi walaupun beberapa perjanjian telah ditandatangani oleh negara-negara pasifik maupun atlantik, di medan yang sesungguhnya, perang masih terjadi. Satu tahun pertama, ditandai dengan perang ICBM berhulu ledak nuklir. Banyak dari negara-negara kecil musnah. Dan ketika negara-negara adikuasa telah kehabisan peluru kendali antar benua itu, mereka mengerahkan mesin-mesin perangnya.

Tiba-tiba aku dikejutkan oleh ketukan pintu. Ternyata seorang kelasi mengabarkan bahwa periskop selesai diperbaiki. Aku bergegas ke control room,.dan memerintahkan first officer-ku untuk mencoba memutar periskop, dan katanya periskop kami sudah normal. Baru saja aku ingin mengontak boiler room untuk melaporkan perbaikanya,
first officer melihat bayangan sebuah kapal. arah pukul , jarak sekitar 1000-an yard. Suasana laut yang hening serta cuaca yang cerah memudahkan pandangan periskop. segera perwira radar kuperintahkan menyalakan radar. Beresiko memang, karena jika radar diaktifkan, maka posisi kami akan diketahui. Tetapi hanya itu satu-satunya cara untuk mengidentifikasi jenis dan kecepatan kapal itu. Heading 225’, kecepatan 30 knot, jarak 1500 yard. Dan ditambah titik radar kapal itu yang tidak terlalu besar, perwira radarku dengan berbisik mengatakan itu adalah destroyer, mungkin kelas arleigh burke berbobot 9000 ton.

Sial, sebuah destroyer memang musuh kapal selam manapun di dunia ini. Peluang kami satu-satunya untuk menembak kapal itu ialah dengan muncul cepat ke permukaan dan menembakkan 2 buah torpedo ke buritan destroyer itu. Tetapi itupun tidak akan berlangsung mulus, jika kami muncul ke permukaan dalam kondisi terbuka, kapal perusak itu akan memuntahkan torpedo permukaan MK-46. dan jika kami cukup nekat untuk berada di bawah buritan kapal itu, rombongan depth charge akan menyambut kami. Apa lagi dengan jarak yang sudah terlanjur dekat, posisi radar kami yang sudah diketahui, kapal kami yang masih berada di permukaan, ditambah boiler yang belum jelas kondisinya, peluang kami untuk selamat dari kejaran destroyer itu saja sudah kecil, apalagi untuk bisa menenggelamkan kapal itu.

Tapi kondisi seperti ini adalah membunuh atau dibunuh, apapun kemungkinan dan resikonya, aku ambil. Aku mengontak boiler room, 80 persen katanya. Berarti kecepatan kami tidak bisa maksimal. Kuperintahkan semua awak berada pada battle station masing-masing, dan pada first officer untuk menyelam pada kedalaman 400 kaki, dan pada jarak 1000 yard, matikan mesin, radar dan semua peralatan lain yang bisa membuka posisi kami pada destroyer itu. Strategi terbaik kami saat itu adalah bertahan, jika kami beruntung selamat dari serbuan depth charge, maka kami akan balik menyerang.

1000 yard didepan musuh, suasana di control room hening, mesin mati, suara sekecil paku yang jatuh saja bisa membuat sonar lawan mendeteksi keberadaan kami. Perwira sonar mendengar banyak splash, berarti depth charge sudah dijatuhkan. Duum!!!, kapal kami berguncang keras, bom-bom laut itu sudah meledak. Kami hanya berharap agar salah satunya tidak mengenai lambung kapal kami. Duum !!, duuum!!!! Guncangan semakin keras, bahkan jika badan kami membentur sesuatu maka tulang akan patah. Semua awak berpengangan erat-erat, hanya bisa berharap-harap cemas destroyer itu selesai dengan depth charge nya, sementara guncangan masih menghantam kami.

Saat ini kami berada di radius lingkaran dibawah 1000 yard yang dibuat kapal lawan itu dengan kedalaman 400 kaki. Jika destroyer itu mengurangi kecepatanya menjadi 15 knot dan bergerak berputar untuk menjatuhkan bom-bom dalamnya, maka dengan memacu kapal kami dengan kecepatan yang sama, kami akan berada pada jarak 1000 yard diluar radius tersebut, menjadikan kami punya keunggulan posisi jika kami memutar lebih cepat diluar 1000 yard, arah kapal kami tepat mengarah pada lambung belakang destroyer itu

Memang, strategi sebuah destroyer menghadapi kapal selam, ialah dengan mengitari posisi terakhir kapal selam lawan dalam radius kurang dari 1000 yard sambil menjatuhkan depth charge. Dan peluang terbaik kami ialah dengan menghilang di kedalaman, menghindari serbuan depth charge , keluar dari lingkaran yang dibuat lawan lalu muncul dan menyerang mendadak sambil meluncurkan torpedo. Dan untung saja destroyer yang kami hadapi kelas arleigh burke, karena kelas ini tidak membawa heli SH-60 Seahawk di geladaknya, tidak seperti destroyer kelas spruance. Karena jika ada heli tersebut, maka ia akan menjatuhkan sonobuoy yang akan memudahkan sonar lawan mendeteksi kami.

Duumm!!!! Guncangan terakhir sepertinya dekat dengan lambung kapal kami. Setelah itu perwira sonar tidak mendengar splash lagi. Mungkin destroyer itu sedang mengambil ancang-ancang untuk membuang depth charge lagi. Aku memerintahkan ruang torpedo untuk mencari pakaian, kain-kain, besi rongsok, dan oli yang akan dimasukkan ke dalam tabung torpedo untuk diluncurkan. Sebuah taktik klasik, barang-barang tersebut akan muncul dan mengapung di permukaan, membuat lawan mengira kami sudah hancur. Sementara boiler room kuperintahkan untuk menjalankan mesin perlahan-lahan, sambil berakselerasi ke kecepatan 15 knot.

Sesuai perkiraan ku, kami sudah keluar dari lingkaran yang dibuat kapal itu. Perwira radar kuperintahkan menyalakan radar. 1100 yard dari destroyer itu. Kutitahkan pada kemudi untuk memutar cepat haluan 180 derajat pada kecepatan 15 knot. Tetapi tiba-tiba boiler room memberi kabar kalau tenaga menurun!, kecepatan kami berkurang hingga 10 knot, membuat putaran kami menjadi lambat. Dan destroyer itu, diluar dugaan, memutar balik haluannya diluar 1000 yard dengan kecepatan 20 knot!! Membuat kami saling berhadap-hadapan!!!

Dengan jarak kurang dari 1500 yard, ditambah kapal lawan bergerak cepat, aku hanya punya beberapa menit untuk mengambil keputusan. Segera kuraih intercom dan meminta laporan kerusakan pada masing-masing station. Kabin belakang terendam air, dan beberapa menit lagi air masuk ke boiler room yang akan melumpuhkan tenaga kami. Sementara beberapa awak kapal terluka akibat benturan bom-bom dalam, ditambah tanki balast sebelah kiri kehilangan tekanan, membuat kapal selam kami miring 15 derajat ke kiri, dan tak lama kemudian, kemudi melaporkan bahwa elevator hidroliknya macet, membuat kami tidak bisa mengangkat kapal kami ke permukaan.

Aku terdiam sejenak. Peluang kami hanya dua, tenggelam dengan kerusakan yang ada, atau ditenggelamkan kapal perusak itu. Aku ambil peluang ketiga, beberapa awak kusuruh memperbaiki hidrolik kapal agar elevator berfungsi, palka kabin belakang ditutup agar kebocoran tidak menjalar ke kabin tengah dan depan, membuat awak-awak di dalam ruang mesin terkurung, tanki balast sebelah kanan dan kiri dikosongkan dan ruang torpedo keperintahkan mengisi semua launch tube, siap tembak. Semua harus dilakukan dalam waktu kurang dari 15 menit, atau kapal lawan yang lebih dulu menembak.

Keputusanku menutup palka kabin belakang ditentang banyak awak, termasuk first officerku. Tapi aku tetap pada keputusanku, mengingat ini bisa menyelamatkan seluruh awak. Kurang dari 5 menit, hidrolik elevator belum berfungsi, sementara air diperkirakan sudah masuk ke boiler room, membuat kabin belakang dan seluruh awaknya terendam, oh tuhan, maafkan aku, bisiku kecil. Tenaga kami melemah hingga 5 knot saja!, ruang torpedo siap, jarak kami dengan destroyer itu tinggal kurang dari 1000 yard!!, kedalaman 200 kaki.

Tiba-tiba, kurasakan kapal selam ini miring dengan sudut elevasi 20 derajat, akibat kabin belakang terendam, sementara balast dikosongkan, membuat tekanan di bagian belakang kapal !!. Segera kuperintahkan ruang torperdo untuk meluncurkan tube nomor 1 dan 2. dengan kondisi hidung kapal selam ini terangkat 20 derajat, dan jarak destroyer sekitar 500 yard, kami hanya punya waktu beberapa detik untuk menembakkan torpedo yang langsung mengarah pada bagian bawah kapal perusak itu. Jika terlambat, maka kapal itu akan menghujani kami dengan depth charge pada kedalaman kami yang hanya 200 kaki!!. Keputusanku untuk menembakkan torpedo beberapa detik lalu harus tepat, atau nyawa 120 orang awak kami akan melayang..

Suasana beberapa detik kemudian hening. Perwira sonar yang masih duduk mendengarkan instrumennya, belum mendengar suara apa-apa. Jangan-jangan torpedo kami meleset. Kemudi lalu kuperintahkan agar membelokkan satu-satunya alat kemudi yang masih berfungsi yaitu rudder, 20 derajat ke kiri. Tak lama kemudian, duarr!!, suara menggelegar terdengar dari permukaan. Torpedo kami mengenai bagian belakang. Perwira sonar pun mengkonfirmasinya, ia mendengar suara pecahan besi yang terkoyak Tetapi kami belum bisa memastikan destroyer itu hancur. Radar masih menangkap adanya pergerakan diatas permukaan. Dan jika kapal itu masih bisa bergerak, kami patut mewaspadai depth charge yang sudah pasti akan meremukkan lambung kapal selam ini di kedalaman kurang dari 150 kaki.

Benar saja, kembali bom-bom dalam itu menghantam kami. Kali ini merusak sistim elektrik dan navigasi kami. Suasana di semua kabin kapal menjadi gelap dan hening, semua awak terlihat tegang. Perkiraanku, destroyer yang tertembak bagian belakangnya, kecepatannya akan berkurang hingga 15 knot, sebab ruang boiler mereka terdapat di belakang. Dan kami hanya bisa menunggu beberapa menit lagi untuk muncul ke permukaan, dengan semua kondisi ini: tanki balast kiri kehilangan tekanan, elevator tidak berfungsi, tenaga mesin, navigasi, dan elektrik yang nasibnya setali tiga uang.

“Rabu, 4 april 2010, pukul 01.16, seluruh awak kapal meninggalkan kapal begitu kapal selam sampai di permukaan. Untung saja destroyer itu, yang diperkirakan berjarak lebih dari 500 yard dibelakang kami, tidak memperhatikan kemunculan kami. Mungkin mereka sendiri sedang sibuk memadamkan kebakaran dan kebocoran di bagian belakang kapal mereka setelah torpedo kami berhasil menghantam mereka. Dan kami tidak tahu nasib mereka selanjutnya ketika bayangan kapal mereka hilang di horizon, di malam yang hening ini.”